a. Fatwa Pertama
Sebuah pertanyaan diajukan kepada
Syaikh Abdul Aziz bin Baz tentang dasar syariah mengajukan calon legislatif
untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan hukum Islam atas kartu peserta pemilu
dengan niat memilih untuk memilih para da'i dan aktifis sebagai anggota
legislatif. Maka beliau menjawab:
«إنما الأعمال بالنيات، وإنما لامرىء مانوى»
Rasulullah SAW bersabda bahwa setiap
amal itu tergantung pada niatnya. Setiap orang mendapatkan apa yang
diniatkannya. Oleh karena itu tidak ada masalah untuk masuk ke parlemen bila
tujuannya memang membela kebenaran serta tidak menerima kebatilan. Karena hal
itu memang membela kebenaran dan dakwah kepada Allah SWT.
Begitu juga tidak ada masalah dengan
kartu pemilu yang membantu terpilihnya para da'i yang shalih dan mendukung
kebenaran dan para pembelanya, wallahul muwafiq.
b.
Fatwa Kedua
Di lain waktu, sebuah pertanyaan
diajukan kepada Syeikh Bin Baz: Apakah para ulama dan duat wajib melakukan amar
makruf nahi munkar dalam bidang politik? Dan bagaimana aturannya?
Beliau menjawab bahwa dakwah kepada
Allah SWT itu mutlak wajibnya di setiap tempat. Amar makruf nahi munkar pun
begitu juga. Namun harus dilakukan dengan hikmah, uslub yang baik, perkataan
yang lembut, bukan dengan cara kasar dan arogan. Mengajak kepada Allah SWT di
DPR, di masjid atau di masyarakat.
Lebih jauh beliau menegaskan bahwa
bila dia memiliki bashirah dan dengan cara yang baik tanpa berlaku kasar,
arogan, mencela atau ta'yir melainkan dengan kata-kata yang baik.
Dengan mengatakan wahai hamba Allah,
ini tidak boleh semoga Allah SWT memberimu petunjuk. Wahai saudaraku, ini tidak
boleh, karena Allah berfirman tentang masalah ini begini dan Rasulullah SAW
bersabda dalam masalah itu begitu. Sebagaimana firman Allah SWT:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ
الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ
بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (النحل: 125ا)
Serulah kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk.
(QS An-Nahl: 125).
Ini adalah jalan Allah dan ini
adalah taujih Rabb kita. Firman Allah SWT:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا
غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ
لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (ال عمران: 159)
Maka disebabkan rahmat dari
Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu? (QS Ali Imran: 159)
Dan tidak merubah dengan tangannya kecuali
bila memang mampu. Seperti merubah isteri dan anak-anaknya, atau seperti
pejabat yang berpengaruh pada sebuah lembaga. Tetapi bila tidak punya pengaruh,
maka dia mengangkat masalah itu kepada yang punya kekuasaan dan memintanya
untuk menolak kemungkaran dengan cara yang baik.
c.
Fatwa Ketiga
Majalah Al-Ishlah pernah juga
bertanya kepada Syeikh yang pernah menjadi Mufti Kerajaan Saudi Arabia. Mereka
bertanya tentang hukum masuknya para ulama dan du'at ke DPR, parlemen serta
ikut dalam pemilu pada sebuah negara yang tidak menjalankan syariat Islam.
Bagaimana aturannya?
Syaikh Bin Baz menjawab bahwa
masuknya mereka berbahaya, yaitu masuk ke parlemen, DPR atau sejenisnya. Masuk
ke dalam lembaga seperti itu berbahaya namun bila seseorang punya ilmu dan bashirah
serta menginginkan kebenaran atau mengarahkan manusia kepada kebaikan,
mengurangi kebatilan, tanpa rasa tamak pada dunia dan harta, maka dia telah
masuk untuk membela agam Allah SWT, berjihad di jalan kebenaran dan
meninggalkan kebatilan. Dengan niat yang baik seperti ini, saya memandang bahwa
tidak ada masalah untuk masuk parlemen. Bahkan tidak selayaknya lembaga itu
kosong dari kebaikan dan pendukungnya.
Bila dia masuk dengan niat seperti
ini dengan berbekal bashirah hingga memberikan posisi pada kebenaran,
membelanya dan menyeru untuk meninggalkan kebatilan, semoga Allah SWT
memberikan manfaat dengan keberadaannya hingga tegaknya syariat dengan niat
itu. Dan Allah SWT memberinya pahala atas kerjanya itu.
Namun bila motivasinya untuk
mendapatkan dunia atau haus kekuasaan, maka hal itu tidak diperbolehkan.
Seharusnya masuknya untuk mencari ridha Allah, akhirat, membela kebenaran dan
menegakkannya dengan argumen-argumennya, niscaya majelis ini memberinya
ganjaran yang besar.
d.
Fatwa Keempat
Pimpinan Jamaah Ansharus sunnah
Al-Muhammadiyah di Sudan, Syaikh Muhammad Hasyim Al-Hadyah bertanya kepada
Syaikh bin Baz pada tanggal 4 Rabi'ul Akhir 1415 H. Teks pertanyaan beliau
adalah:
Dari Muhammad Hasyim Al-Hadyah,
Pemimpin Umum Jamaah Ansharus-Sunnah Al-Muhammadiyah di Sudan kepada Samahah
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, mufti umum Kerajaan Saudi Arabia dan Ketua
Hai'ah Kibar Ulama wa Idarat Al-buhuts Al-Ilmiyah wal Ifta'.
Assalamu 'alaikum Wr. Wb. Saya mohon
fatwa atas masalah berikut:Bolehkah seseorang menjabat jabatan politik atau
adminstratif pada pemerintahan Islam atau kafir bila dia seorang yang shalih
dan niatnya mengurangi kejahatan dan menambah kebaikan? Apakah dia diharuskan
untuk menghilangkan semua bentuk kemungkaran meski tidak memungkinkan baginya?
Namun dia tetap mantap dalam aiqdahnya, kuat dalam hujjahnya, menjaga agar
jabatan itu menjadi sarana dakwah. Demikian, terima kasih wassalam.
Jawaban Seikh Bin Baz:
Wa 'alaikumussalam wr wb. Bila
kondisinya seperti yang Anda katakan, maka tidak ada masalah dalam hal itu.
Allah SWT berfirman,"Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan." Namun
janganlah dia membantu kebatilan atau ikut di dalamnya, karena Allah SWT
berfirman,"Dan janganlah saling tolong dalam dosa dan permusuhan." Waffaqallahul
jami' lima yurdhihi, wassalam wr. Wb.
Bin
Baz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar