Koalisi mengandung makna akad, janji dan kesepakatan yang dihasilkan dari
bertemunya dua atau beberapa keinginan kerjasama atas dasar tujuan-tujuan yang
berdekatan serta beberapa syarat dari beberapa pihak untuk kepentingan umum.
Rasulullah saw. bersabda,
المسلمون عند شروطهم إلا شرطاً حرم حلالاً، أو أحل حراماً (رواه الترمذي، وقال: حسن صحيح)
“Umat Islam selalu memegang syarat yang mereka sepakati, kecuali
menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.” (HR Turmidzy)
Disebutkan juga dalam sebuah hadits
qudsi,
أنا ثالث الشريكين مالم يخن أحدهما صاحبه، فإذا خانه، خرجت من بينهما (رواه أبو داود من حديث أبي هريرة)، ورواته ثقات
“Aku (Allah) adalah pihak ketiga di antara dua pihak yang
bersepakat selama keduanya tidak berkhianat. Apabila salah satu pihak
berkhianat, maka Aku tidak lagi bersama mereka.”
Kaidah fiqih menyebutkan, “Akad
adalah ikatan dua orang yang bersepakat”. Jadi koalisi itu mempunyai dasar
syariat dan dianjurkan oleh Rasulullah saw.
Imam Qurthubi berkata bahwa Ibnu Ishaq berkata, “Kabilah-kabilah Quraisy telah
berkumpul di rumah Abdullah bin Jad'an, kemudian mereka bersepakat untuk tidak
akan lagi menemukan orang yang terzhalimi di kota Mekah, baik keluarga maupun
bukan. Jika terjadi tindak kezhaliman, maka mereka akan menghukum orang yang
berbuat zhalim sampai ia menunaikan hak orang yang dizhalimi. Mereka menamakan
kesepakatan ini dengan “Halful Fudhul”. Perjanjian yang pernah
Rasulullah saw. sebutkan dalam sebuah hadits, “Sungguh aku telah menyaksikan di
rumah Abdullah bin Jad'an sebuah perjanjian yang lebih aku sukai daripada unta
merah. Seandainya perjanjian itu diklaim dalam Islam, maka aku akan
menyambutnya.”
Perjanjian ini sesuai dengan makna yang disebutkan dalam hadits Rasulullah saw,
“Perjanjian apapun yang pernah dibuat di masa jahiliyah tidak akan ditambahkan
oleh Islam, bahkan Islam akan menguatkannya.” (H.R. Muslim). Imam Qurthubi
mengomentari hadits ini, “Perjanjian akan dikatakan sesuai dengan syariat
Islam, jika perjanjian tersebut tidak mengadopsi kezhaliman. Adapun perjanjian
yang rusak dan akad atas dasar kezhaliman dan permusuhan, maka Islam
menentangnya dan datang untuk menghapuskannya. Alhamdulillah Islam telah
berhasil pada masa kejayaannya.
Ibnu Taimiyah ditanya tentang seorang yang diangkat menjadi gubernur di kawasan
orang zhalim. Ia bekerja serius untuk menghilangkan kezhaliman sebatas
kemampuannya. Dia tahu bahwa jika ia tidak menjabat gubernur, maka orang lain
akan menjadi wali dan kezhaliman terus berlangsung dan bertambah parah. Apakah
dia boleh tetap menjabat sebagai gubernur? Ibnu Taimiyah membolehkan jika ia
berjuang menegakkan keadilan dan berusaha menghapus kezhaliman sebatas
kemampuannya. Kemudian ia menambahkan, “Kedudukannya sebagai gubernur itu lebih
baik dan lebih bermanfaat bagi umat Islam daripada jabatan gubernur itu dijabat
orang lain.” Beliau menambahkan lagi, “Tidak berdosa baginya untuk tetap
menduduki jabatan gubernur, bahkan terkadang menjadi wajib jika ia tidak
menjabatnya dan orang lain kemudian menjabatnya.” (Disebutkan dalam kitabnya
“Majmu' Fatawa”) Ini terjadi di wilayah orang zhalim, bagaimana pula jika
terjadi di wilayah yang lebih baik.
Rasulullah saw. pernah menghadiri perjanjian “Al-Muthayyibin” sebelum bi'tsah.
Setelah menjadi nabi, beliau bersabda, “Bersama pamanku saya pernah menyaksikan
perjanjian “Al-Muthayyibin” dan aku menyukainya.” Karena dalam poin-poin
perjanjiannya mengandung pembelaan terhadap orang yang dizhalimi dan bersepakat
atas kebaikan dan mengingkari kezhaliman.
Di satu sisi, koalisi merupakan bentuk meminta bantuan orang lain untuk
melakukan kebaikan dan di sisi lain koalisi adalah membantu orang lain untuk
berbuat baik sesuai dengan keperluan dan kepentingan partner kita. Salah satu
patokan kita dalam koalisi bahwa yang mengontrol jalannya koalisi itu adalah
prinsip, bukan orang.
Pertanyaan
Seputar Koalisi
Koalisi antara orang-orang Islam adalah kerjasama mereka secara pribadi,
kelompok atau partai. Hal ini tidak mengundang perdebatan atau diskusi hukum
agama, karena asasnya adalah “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara”.
“Bekerjasamalah kalian untuk melakukan kebaikan dan taqwa dan janganlah kalian
bekerja sama untuk berbuat dosa dan permusuhan.” Yang menjadi fokus pembahasan
adalah atas kepentingan apa kita akan berkoalisi? Maslahat agama apa yang dapat
diraih dari koalisi? Dan apa pengaruhnya terhadap agama dari strategi koalisi
ini?
Ajaran Islam telah membolehkan, bahkan koalisi dengan non-muslim pun
dibolehkan, karena di antara tujuannya adalah menyebarkan akhlaq dasar yang
mulia, seperti keadilan, menghapus kezhaliman, persamaan, kemerdekaan,
menghormati hak asasi manusia, memuliakan nyawa dan kehormatan, menjaga hak
milik orang lain dan menjaga lingkungan hidup. Semua itu dalam konteks
kesepakatan regional dan internasional. Koalisi merupakan pemikiran dan
perangai da'i dalam perjalanan gerakan dakwah. Koalisi merupakan fikrah
orang-orang yang percaya bahwa dialog dan hidup damai dengan segala golongan
yang mempunyai orientasi berbeda serta meninggalkan segala jenis dan bentuk
kekerasan.
Sedangkan koalisi di masyarakat yang damai dan tenang bukan hanya kebijakan
politik saja, tetapi sudah menjadi manhaj haraki dan tarbawi serta menjadi
perilaku para kader yang dituntut untuk mewujudkan kemaslahatan dan mencegah
kemudaratan. Perilaku itu juga ditujukan untuk menerobos masuk ke politik,
kekuasaan politik serta agar ide-ide yang berseberangan dengan yang sudah ada
dapat diterima. Koalisi juga bisa memberikan waktu tenggang kepada kader dakwah
yang konsern untuk menyempurnakan kesiapan dan persiapan; secara tarbawi,
nafsi, fikri maupun sosial kemasyarakatan dalam tarbiyah rabbaniyah yang
seimbang.
Gerakan Dakwah dan Koalisi
Para
pemimpin gerakan dakwah modern - yang memiliki kemampuan dan keberanian
untuk membentengi gerakan dakwah serta membawanya untuk menjadi faktor penting
dalam percaturan politik - tidak keberatan membuat persetujuan koalisi dengan
beberapa pihak yang nampak ada sedikit perbedaan dan pertentangan. Seperti kita
dapati pada tahun 1936 Syeikh Abdul Hamid bin Badis berkoalisi dengan
orang-orang komunis dan sekuler di Mesir dan bersama mereka membentuk partai
Wafd setelah mereka melaksanakan konferensi. Kemudian ia memimpin upaya dialog
kepada penjajah Perancis dan dalam sejarah disebut dengan “Konferensi Islam”, dia
sebagai juru bicara resmi.
Ikhwan
di Mesir pernah berkoalisi dengan partai sekuler Al-Wafd. Kemudian juga pernah
berkoalisi dengan partai Asy-Sya'ab, partai Buruh dalam pemilu anggota
legislatif. Gerakan Islam Syiria juga pernah berkoalisi dengan unsur kekuatan
bangsa Syiria untuk beroposisi dengan penguasa dan dalam rangka berupaya
menggantikannya. Gerakan dakwah Yaman juga pernah berkoalisi dengan partai
berkuasa dan kemudian membentuk lembaga kepresidenan untuk menjalankan
pemerintahan. Gerakan dakwah Islam di Sudan juga pernah berkoalisi dengan
tentara untuk menjalankan urusan kenegaraan.
Imam
Hasan Al-Banna juga pernah berkoalisi dengan tokoh-tokoh politik dan tokoh
agama yang berbeda visi dan misi di lembaga Wadi Nil yang tertinggi untuk
pembebasan Palestina dan perjuangan masalah Palestina. Jamaat Islam Pakistan
juga pernah berkoalisi untuk merealisasikan prinsip-prinsipnya dalam setiap
pemilu presiden.
Telah
terjadi kesepakatan koalisi di negara-negara Islam antara gerakan agamis dengan
aliran politik. Semuanya bertujuan untuk memenangkan kebenaran dan mempersempit
wilayah kerusakan. Dari sini jelaslah bahwa koalisi adalah poros
strategis musyarakah bagi gerakan dakwah Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar